Zaki Fasa Idan, bocah 12 tahun asal Indramayu, Jawa Barat, menjadi sorotan publik setelah digugat ke pengadilan oleh kakek dan nenek kandungnya sendiri.
Gugatan tersebut menyangkut rumah peninggalan almarhum ayah Zaki yang kini ditempati oleh Zaki, ibunya Rastiah (37), dan kakaknya Heryatno (20).
Rumah yang menjadi sengketa terletak di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu.
Selama lebih dari 15 tahun, keluarga kecil ini tinggal di rumah tersebut dan menjadikannya sebagai tempat usaha warung nasi campur dan bakar ikan.
Pasangan Kadi dan Narti, kakek dan nenek Zaki, menggugat menantu mereka Rastiah serta dua cucunya ke Pengadilan Negeri Indramayu.
Gugatan ini memicu reaksi publik karena melibatkan anak di bawah umur sebagai tergugat.
Dalam wawancara dengan Tribun Jabar, Heryatno mengungkap bahwa adiknya kini menjadi pemurung. “Kondisi Zaki saat ini, dia malu sekali,” ujarnya, Selasa (8/7/2025).
Ia menyebut bahwa Zaki membaca sendiri isi surat gugatan dan menangis setelah mengetahui dirinya menjadi tergugat ketiga dengan tuntutan hingga Rp1 miliar.
Zaki yang sebelumnya ceria, kini enggan bermain dengan teman-temannya dan menolak pergi ke pasar malam. “Dia biasanya suka pengin ke pasar malam, sekarang mah enggak mau,” tambah Heryatno.
Kuasa hukum Kadi dan Narti, Ade Firmansyah Ramadhan, menyatakan bahwa kliennya tidak berniat menggugat cucu mereka.
“Padahal sebenarnya, dari pihak kakek dan nenek sendiri tidak mau melaporkan ke polisi atau ke pengadilan, karena ini cucunya sendiri,” kata Ade di kantor LBH Dharma Bakti Indramayu
Ade menjelaskan bahwa gugatan muncul setelah cucu pertama mereka, Heryatno, menyatakan bahwa jika rumah harus dikosongkan, maka harus ada surat dari pengadilan. “Ini berarti kan mereka yang minta digugat,” tegasnya.
Menurut Ade, kliennya merasa tertekan secara batin dan malu atas pemberitaan yang menyudutkan mereka.
Ia menegaskan bahwa hubungan keluarga sebelumnya baik dan tidak ada niat jahat dari pihak kakek dan nenek.
Duduk perkara bermula setelah meninggalnya Suparto, ayah Zaki. Kakek dan nenek khawatir jika Rastiah menikah lagi dan tetap tinggal di rumah tersebut.
Mereka memberikan syarat bahwa jika menikah lagi, Rastiah harus meninggalkan rumah.
Mediasi telah dilakukan berulang kali. Pada 18 Maret 2025, Heryatno menandatangani surat pernyataan untuk mengosongkan rumah.
Kakek dan nenek bahkan menawarkan kompensasi Rp100 juta, namun ditolak oleh cucu mereka yang meminta Rp350 juta.
Ade menyebut bahwa rumah tersebut berdiri di atas tanah seluas 162 meter persegi yang dibeli oleh Kadi dan Narti pada tahun 2008 seharga Rp50 juta. Sertifikat tanah tercatat atas nama mereka.
Tanah itu awalnya diizinkan untuk ditempati oleh Suparto dan keluarganya. Dalam proses pembangunan rumah, Kadi dan Narti turut membantu, termasuk untuk jendela dan perlengkapan lainnya.
Saprudin, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa rumah yang kini disengketakan adalah satu-satunya aset milik Kadi dan Narti. Rumah yang mereka tempati saat ini berdiri di atas tanah PU yang bisa digusur kapan saja.
Ade menegaskan bahwa jika niat mereka jahat, maka sejak awal tanah bisa dijual atau digadaikan. Namun, mereka tidak melakukannya karena menyayangi cucu-cucunya.
Dalam wawancara dengan Tribun Cirebon, Heryatno menyampaikan bahwa rumah tersebut dibangun oleh orang tuanya sendiri. “Bangunan ini itu milik dari almarhum bapak dan ibu saya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa saat pembelian tanah, kakek dan nenek menyumbang Rp23 juta dari total Rp35 juta. Orang tuanya menyumbang Rp12 juta. Karena itu, sertifikat tanah ditulis atas nama Kadi dan Narti.
Saat ayahnya masih hidup, ia pernah berniat mengganti uang pembelian tanah, namun ditolak oleh sang kakek. “Katanya enggak usah diganti, karena kakek saya cuma bisa ngasih tanah saja, tapi bangunan rumahnya disuruh bangun sendiri,” kata Heryatno.
Rumah tersebut terdiri dari empat kamar, dapur, kamar mandi, dan warung di bagian depan. Lokasinya strategis, tepat di depan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong.
Heryatno mengaku tidak habis pikir dengan gugatan yang dilayangkan oleh kakeknya. Ia berharap masalah ini bisa diselesaikan secara damai agar keluarga mereka bisa hidup tenang.
Gugatan ini telah teregister di Pengadilan Negeri Indramayu dengan nomor perkara 34/Pdt.G/2025/PN Idm. Sidang perdana telah digelar pada awal Juli 2025.
Juru Bicara PN Indramayu, Adrian Anju Purba, membenarkan bahwa Zaki tercatat sebagai tergugat ketiga dalam perkara tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turut memberikan perhatian terhadap kasus ini. Ia bertemu langsung dengan keluarga Zaki dan memberikan bantuan hukum melalui pengacara sukarela.
Dedi menyampaikan bahwa rumah tersebut telah ditempati keluarga Zaki selama bertahun-tahun dan menjadi sumber penghidupan mereka. Ia berharap ada penyelesaian yang adil dan manusiawi.
Kasus ini menjadi sorotan nasional dan membuka diskusi tentang perlindungan anak dalam konflik keluarga. Banyak pihak berharap agar proses hukum mempertimbangkan aspek psikologis dan sosial, terutama bagi anak-anak.
Zaki kini menjalani hari-hari dengan tekanan mental yang berat. Ia berharap bisa kembali hidup normal bersama keluarganya tanpa bayang-bayang gugatan hukum.
=====
Dapatkan berita terkini dan terpercaya seputar Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan berbagai peristiwa penting di Jawa Timur, termasuk kabar eksklusif tentang Persebaya Surabaya—langsung dari Harian Surya!
menghadirkan rekomendasi bacaan menarik yang tidak boleh Anda lewatkan, mulai dari update seputar klub kebanggaan Bonek, isu strategis daerah, hingga peristiwa terkini dari jantung Jawa Timur.
Bergabung sekarang di platform pilihan Anda:
Whatsapp Channel Harian Surya:
Klik di sini untuk bergabung
Facebook :
Klik di sini untuk bergabung
Twitter :
Klik di sini untuk bergabung
Thread :
Klik di sini untuk bergabung
Instagram :
Klik di sini untuk bergabung
News Google :
Klik di sini untuk bergabung